TUGAS SEJARAH
PERADABAN LEMBAH SUNGAI SHINDU DAN SUNGAI GANGGA
Untuk memenuhi tugas sejarah yang dibina oleh Ibu Darmawati, M.Pd
Oleh Kelompok 1
1. Filika Amalia Isman
2. Iqbal Hanif
3. Pracoyo Adi Pameco
DINAS PENDIDIKAN NASIONAL
SMA NEGERI 2 KOTA BENGKULU
TAHUN AJARAN 2009/2010
A. PERADABAN LEMBAH SUNGAI DAN SUNGAI GANGGA
1. Keadaan Geografis
Daerah India merupakan suatu jazirah benua Asia yang disebut dengan nama anak benua. Di sebelah utara daerah India Terbentang pegunungan Himalaya yang menjadi pemisah antara India dan daerah-daerah lain di Asia.
Antara pegunungan Himalaya dan Hindu Kush terdapat celah Kaiber (Kaybar Pass). Celah Kaiber digunakan oleh masyarakat India untuk berhubungan dengan daerah-daerah lain di Asia. Melalui celah itu bangsa-bangsa lain melalui wilayah India seperti bangsa Aria, Laskar Cyrus Agung, Iskandar Zulkarnaen, bangsa Huna, Mahmud al Ghasni, dan Timur Lenk.
Di tengah-tengah daerah India terdapat pegunungan Windya yang membagi India menjadi dua bagian : India Utara dan India Selatan. Pada daerah India bagian utara mengalir Sungai Shindu (Indus), Gangga, Yamuma, dan Brahmaputera. Daerah itu merupakan daerah subur sehingga sangat padat penduduknya.
India bagian selatan sangat berbeda keadaannya dengan India bagian utara. Daerahnya terdiri dari bukit-bukit dan gunung-gunung yang kering dan tandus. Dataran tinggi di India bagian selatan diberi nama Dataran Tinggi Dekkan. Dataran Tinggi Dekkan kurang mendapat hujan sehingga daerahnya terdiri atas padang rumput savana yang sangat luas.
2. Peradaban Lembah Sungai Shindu (Indus)
a. Pusat Peradaban
Kota Mohenjo-Daro diperkirakan sebagai ibukota daerah lembah Sungai Shindu bagian selatan dan kota Harappa sebagai ibukota lembah Sungai Shindu bagian utara. Mohenjo-Daro dan Harappa merupakan pusat peradaban bangsa India pada masa lampau.
b. Tata Kota
Pembangunan kota Mohenjo-Daro dan Harappa didasarkan atas perencanaan tata kota yang pasti dan teratur baik. Jalan-jalan di dalam kota sudah teratur dan lurus dengan lebar mencapai sekitar 10 meter dan di kanan-kiri jalan terdapat trotoar dengan lebar setengah meter. Gedung-gedung, rumah tinggal dan pertokoan dibangun secara teratur dan berdiri kokoh serta terbuat dari batu bata lumpur.
Wilayah kota dibagi atas beberapa bagian atau blok. Masing-masing blok, berbentuk persegi atau persegi panjang. Tiap blok dibagi oleh lorong-lorong yang satu sama lain saling berpotongan. Pada tempat-tempat itulah penduduk membangun rumah tempat tinggal serta gedung-gedung sebagai tempat untuk menjalankan pemerintahan. Lorong dan jalan dilengkapi dengan saluran air, untuk menyalurkan air dari rumah tangga ke sungai. Saluran-saluran itu dijaga dengan baik kebersihannya sehingga tetap berfungsi dengan baik.
c. Sanitasi (Kesehatan)
Teknik atau cara-cara pembangunan rumah telah memperhatikan faktor-faktor kesehatan dan kebersihan lingkungan. Kamar-kamar dilengkapi dengan jendela-jendela yang lebar dan berhubungan langsung dengan udara bebas sehingga perputaran dan pergantian udara cukup lancar. Di samping itu, saluran pembuangan limbah dari kamar mandi dan jamban yang ada di rumah dihubungkan langsung dengan jaringan saluran umum yang dibangun dan mengalir di bawah jalan, di mana pada setiap lorong terdapat saluran air menuju ke sungai.
d. Sistem Pertanian dan Pengairan
Daerah yang berada di sepanjang lembah Sungai Shindu merupakan daerah yang subur. Di sepanjang lembah Sungai Shindu, masyarakat mengusahakan pertanian sehingga pertanian menjadi mata pencaharian utama masyarakat India. Pada perkembangan selanjutnya, masyarakat berhasil menyalurkan air yang mengalir di lembah sungai Shindu sampai jauh ke daerah pedalaman. Usaha ini dilakukan dengan membuat saluran-saluran irigasi dan mulai membangun daerah pertanian di wilayah pedalaman.
Pembuatan saluran irigasi dan pembangunan daerah pertanian menunjukan bahwa masyarakat lembah sungai Shindu telah memiliki tingkat peradaban yang tinggi. Hasil pertanian yang utama adalah padi, gandum, gula, jelai, kapas dan teh.
e. Teknologi
Mereka telah mampu membuat barang-barang terbuat dari emas dan perak, alat-alat rumah tangga, alat-alat pertanian, kain dari kapas, serta bangunan- bangunan. Hal ini dapat diketahui melalui peninggalan-peninggalan yang ditemukan, seperti bangunan kota Mohenjo-Daro dan Harappa, berbagai macam patung, perhiasan emas perak, dan berbagai macam materai dengan lukisannya yang bermutu tinggi.
Juga ditemukan alat-alat peperangan seperti tombak, pedang, dan anak panah. Disamping itu, ditemukan juga alat-alat peninggalan budaya berupa barang-barang dari tanah liat, terutama peralatan rumah tangga.
f. Perekonomian
Masyarakat lembah sungai Shindu sudah mengadakan hubungan dagang dengan bangsa Sumeria di Mesopotamia dan bangsa-bangsa dari negeri-negeri lainnya. Hal itu dibuktikan dengan penemuan benda-benda dari lembah sungai Shindu di Sumeria.
Kota Sutkagedon memainkan peranan penting dalam perdagangan antara masyarakat lembah sungai Shindu dengan bangsa Sumeria. Kota Sutkagedon merupakan kota perbatasan yang terletak di Balukhistan. Perdagangan Sumeria melalui Sutkagedon dapat dialaksanakan dengan dua cara. Pertama, dengan jalan laut dapat dibuktikan melalui sebuah material dan pecahan benda-benda yang memuat gambar perahu layar. Kedua, dengan jalan darat yang dilaksanakan dengan mempergunakan tenaga kuda atau unta. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya terracotta kereta kecil (terracotta = tanah liat yang dibakar).
g. Pemerintahan
Candragupta Maurya Candragupta Maurya menjadi raja pertama Kerajaan Maurya. Pada masa Pemerintahannya, daerah kekuasaan Kerajaan Maurya diperluas ke arah timur, sehingga sebagian besar India bagian utara menjadi bagian dari kekuasaanya. Dalam waktu singkat, wilayah Kerajaan Maurya sudah mencapai daerah yang sangat luas, yaitu daerah Kashmir di sebelah barat dan lembah Sungai Gangga di sebelah timur.
Ashoka Pada masa pemerintahan Ahsoka (268-232 SM) cucu Candragupta Maurya, Kerajaan Maurya mengalami masa yang gemilang. Kalingga dan Dekkan berhasil dikuasai. Namun, setelah ia menyaksikan korban bencana perang yang maha dasyat di Kalingga, timbul penyesalan. Sejak saat itu, ia tidak lagi melakukan peperangan, bahkan ia mencita-citakan perdamaian dan kebahagiaan umat manusia.
Setelah Ahsoka meninggal, kerajaannya terpecah belah menjadi Kerajaan kecil. Peperangan sering terjadi dan baru pada abad ke-4 M muncul seorang raja yang berhasil mempersatukan kerajaan yang terpecah belah itu. Maka berdiri Kerajaan Gupta dengan Candragupta I sebagai Rajanya.
h. Kepercayaan
Kepercayaan masyarakat Lembah Sungai Shindu bersifat polytheisme (memuja banyak dewa). Dewa-dewa yang dipujanya seperti dewa bertanduk besar, dan dewa perempuan yang melambangkan kemakmuran serta kesuburan (dewi ibu).
Masyarakat Lembah Sungai Shindu juga menyembah binatang-binatang seperti buaya, gajah, dan lain-lain, serta menyembah pohon seperti pohon papal (beringin). Pemujaan tersebut dimaksudkan sebagai tanda terima kasih terhadap kehidupan yang dinikmatinya, berupa kesejahteraan dan perdamaian.
i. Peninggalan Kebudayaan
Dari hasil penggalian di kota Harrappa ditemukan beberapa arca yang masih sempurna bentuknya dan dua buah Torso (arca yang telah hilang kepalanya). Salah satu Torso mula-mula bertangan empat dan berkepala tiga. Berdiri di atas kaki kanan dengan kaki kiri terangkat. (Patung ini mirip dengan patung Siwa Nataraya dari zaman kesenian Cola, India Selatan).
Arca Di kota Mohenjo-Daro ditemukan arca seorang pendeta berjanggut. Arca ini memakai pita yang melingkari kepalanya dan berpakaian baju yang berhiaskan gambar yang menyerupai daun semanggi. Hiasan dengan daun semanggi juga lazim dipakai di daerah Mesopotamia, Mesir, dan Kreta. Arca yang lain ditemukan berbentuk gadis penari yang terbuat dari perunggu.
Alat-alat rumah tangga dan senjata Masyarakat Lembah Sungai Shindu telah mengenal teknik perundagian. Peralatan-peralatan rumah tangga dan senjata telah terbuat dari benda-benda logam seperti perunggu. Pengetahuan teknik perundagian itu tidak dikenal oleh setiap orang sehingga untuk mendapatkan benda-benda tersebut muncul sistem perekonomian.
3. Peradaban Lembah Sungai Gangga
a. Pusat Peradaban
Lembah sungai Gangga terletak antara pegunungan Himalaya dan pegunungan Windia Sketna. Lembah sungai Gangga dikenal sangat subur. Pendukung peradaban lembah sungai Ganggai adalah bangsa Aria yang termasuk bangsa Indo German. Mereka datang dari daerah Kaukasus dan menyebar ke arah timur. Kebudayaan lembah sungai Gangga merupakan kebudayaan campuran antara kebudayaan bangsa Aria dengan bangsa Dravida, yang dikenal dengan kebudyaan Hindu. Hal ini disesuaikan dengan nama daerah tempat bercampurnya kebudayaan, yaitu daerah Hindu dan Hindustan.
Peradaban lembah sungai Gangga meninggalkan jejak yang sangat penting dalam sejarah umat manusia hingga kini, seperti agama Hindu dan agama Buddha. Agama Hindu merupakan perwujudan dari sistem kepercayaan peradaban bangsa Hindu. Sungai Gangga dianggap sebagai tempat keramat dan suci bagi penganut Hindu India. Air sungai Gangga dianggap dapat menyucikan diri manusia dan menghapus semua dosanya. Mereka memuja banyak dewa (politeisme).
Sementara itu agama Buddha lahir sebagai bentuk reaksi beberapa golongan atas ajaran kaum Brahmana. Golongan ini dipimpin oleh Siddarta Gautama. Ia adalah seorang putra mahkota Kapila Wastu yang meninggalkan hidup penuh kemewahan dengan menempuh jalan kesederhanaan untuk menghindari penderitaan. Setelah sekian lama pencarian dengan jalan bertapa, akhirnya Sidarta memndapat sinar terang menjadi sang Buddha yang berarti “yang disinari”. Lambat laun agama Buddha mulai diterima masyarakat India dan menyebar ke berbagai belahan dunia. Kedua agama/budaya ini juga mempunyai pengaruh cukup besar dalam perkembangan sejarah dan budaya Indonesia di masa awal.
b. PemerintahanPerkembangan sistem pemerintahan di lembah sungai Gangga merupakan kelanjutan dari sistem pemerentahan masyarakat di daerah lembah sungai Sindu. Sejak runtuhnya kerajaan Mauria, keadaan menjadi kacau akibat terjadi peperangan antara kerajaan-kerajaan kecil yang ingin berkuasa. Keadaan ini baru dapat diamankan kembali setelah munculnya kerajaan Gupta.
Kerajaan Gupta. Kerajaan Gupta didirikan oleh raja Candra Gupta I (320 – 330 M) dengan pusatnya di lembah sungai Gangga. Pada masa pemerentahan raja Candra Gupta I, agama Hindu dijadikan agama negara tetapi agama Budha tetap dapat berkembang.
Kerajaan Gupta menjadi masa yang paling gemilang ketika raja Samudra Gupta (cucu Candra Gupta I) berkuasa. Seluruh lembah sungai Gangga dan lembah sungai Sindu berhasil dikuasainya. Ia menetapkan kota Ayodia sebagai ibu kota kerajaannya.
Raja Samudra Gupta diganti oleh anaknya yang bernama Candra Gupta II (375 – 415 M). Candra Gupta II terkenal sebagai wikramaditia. Seperti raja-raja Gupta lainnya, ia beragama Hindu namun ia tidak memandang rendah dan tidak mempersulit agama Budha. Bahkan pada jaman pemerintahannya berdiri Universitas Gupta sebagai perguruan tinggi agama Budha di Nalanda.
Di bawah pemerintahan Candra Gupta II, kehidupan rakyat makmur dan sejahtera, banyak gedung indah didirikan. Perdagangan dan pelayaran makin maju. Kesenian, ilmu pengetahuan dan pendidikan berkembang pesat. Kesusasteraan mengalami masa yang gemilang, bahkan pada jaman ini terkenal dengan seorang pujangga yang bernama pujangga Kalijasa dengan karangannya yang berjudul Syakuntala. Perkembangan seni pahat dan seni patung mencapai kemajuan yang pesat.
Setelah meninggalnya raja Candra Gupta II, kerajaan Gupta mulai mundur. Setelah itu India mengalami masa kegelapan dan baru pada abad ke VII M tampil seorang raja kuat yang bernama Harsyawardana.
Kerjaan Harsya Ibukota kerajaan Harsya adalah Kanai, salah seorang rajanya, yaitu Harsyawardana, adalah seorang pujangga besar. Pada jamanya kesusasteraan dan pendidikan berkembang pesat. Pujangga yang terkenal pada masa kekuasaannya bernama pujangga Bana dengan buku karangannya berjudul Harsya Carita.
Pada mulanya raja Harsya memeluk agama Hindu, tetapi kemudian memeluk agama Budha. Wihara dan Stupa banyak yang dibangun di tepi sungai Gangga, juga tempat-tempat pengiunapan dan rumah-rumah sakit didirikan untuk memberikan pertolongan dengan cuma-Cuma. Candi-candi yang rusak diperbaiki, bahkan candi-candi baru juga dibangun.
Setelah masa pemerantahan raja Harsyawardana hingga abad ke XI M tidak pernah diketahui adanya raja-raja yang berkuasa. India mengalami masa kegelapan.
c. Bentuk Kebudayaan Lembah Sungai GanggaPerkembangan kebudayaan lembah sungai Gangga mengalami banyak kemajuan pada bidang kesenian. Kesusasteraan, seni pahat dan seni patung berkembangan pesat. Kuil-kuil yang indah dari Syanta dibangun.
Daerah-daerah yang diduduki oleh bangsa Indo-Aria sering disebut dengan Aria Farta (negeri bangsa Aria) atau Hindustan (tanah milik bangsa Hindu). Bangsa Dravida mengungsi kedaerah selatan, kebudayaannya kemudian dikenal dengan nama kebudayaan Dravida.
0 komentar:
Posting Komentar